

Ahmad Thursina Roja
Kontributor
Sejarah disyariatkannya kurban menyimpan salah satu kisah yang begitu dramatis. Bagaimana tidak, seorang ayah yang sangat mencintai dan menyayangi putranya mendapatkan perintah langsung dari Allah SWT untuk mengorbankannya. Sebagai seorang ayah, tentu saja hal ini sangat berat dilakukan. Namun, berkat keteguhan hati dan ketabahan sang anak, Nabi Ibrahim berhasil melewati ujian ini hingga Allah menggantinya dengan seekor kambing.
Sudah menjadi kewajiban kita semua untuk senantiasa mengingatkan diri sendiri, keluarga, dan jamaah yang hadir dalam pelaksanaan shalat Jumat ini, agar terus meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Hanya ketakwaanlah yang menjadi bekal terbaik menuju akhirat. Semakin bertakwa seseorang, semakin banyak pula bekal yang ia siapkan.
Beberapa hari lalu, kita memperingati Hari Anak Nasional, yang bertujuan meningkatkan kepedulian serta perlindungan terhadap hak-hak anak, baik hak untuk hidup, tumbuh, maupun berkembang. Momentum ini menjadi waktu yang tepat untuk merenungkan kembali salah satu kisah keteguhan hati Nabi Ismail AS sebagai seorang anak.
Ketika Nabi Ibrahim AS bermimpi menyembelih putranya, Nabi Ismail, ia merasa kebingungan dan penuh dilema. Mimpi itu datang hingga tiga kali, membuat Nabi Ibrahim terus berdoa dan merenung untuk mendapatkan petunjuk dari Allah. Setelah mimpi ketiga, ia meyakini bahwa mimpi tersebut adalah perintah dari Allah yang harus dilaksanakan.
Dalam kondisi penuh ujian tersebut, Nabi Ibrahim menyampaikan mimpinya kepada Nabi Ismail. Kisah ini diabadikan dalam Al-Qur’an, dalam Surat Ash-Shaffat ayat 102:
“Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, ‘Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!’”
Mendengar hal itu, Nabi Ismail menjawab dengan penuh kepatuhan dan ketaatan, sebagaimana diabadikan dalam ayat berikut:
“Dia (Ismail) menjawab, ‘Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS Ash-Shaffat [37]: 102).
Menurut Syekh Muhammad Sayyid at-Thanthawi dalam Tafsir al-Wasith, jawaban Nabi Ismail menunjukkan adab dan etika yang sangat tinggi. Ia memosisikan dirinya sebagai seorang anak yang sepenuhnya pasrah pada ketentuan Allah, seraya memohon agar dijadikan termasuk golongan orang-orang yang sabar.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Menurut Imam at-Thabari dalam Tafsir Jami’ul Bayan fi Tafsiril Qur’an, setelah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sepakat melaksanakan perintah tersebut, Nabi Ibrahim membawa putranya ke Mina. Saat detik-detik mendebarkan itu, Nabi Ismail kembali menunjukkan ketangguhan hatinya dengan berkata:
“Wahai ayahku! Kencangkanlah ikatanku agar aku tidak bergerak. Singsingkan bajumu agar darahku tidak mengotori, sehingga ibuku tidak bersedih. Percepatlah gerakan pisau pada leherku agar terasa lebih ringan bagiku. Dan apabila engkau bertemu ibuku, sampaikanlah salam dariku.”
Bahkan, ia meminta ayahnya untuk memalingkan wajahnya agar tidak terlihat langsung saat proses penyembelihan. Hal ini menunjukkan pengorbanan dan kepatuhan luar biasa yang dimiliki Nabi Ismail. Ia tetap tenang menghadapi ujian berat ini tanpa sedikit pun ragu terhadap perintah Allah.
Berita Terkini:
-
Sanlat UQI ke-10, Tanamkan Kebiasaan Positif Selama Liburan
-
Perpulangan Ramadhan 2025, Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami Berangkatkan 40 Bus
-
Kiayi Saiful Falah Sampaikan Nasihat Perpulangan: Santri Harus Jadi Teladan
-
Santri PMUQI Raih Juara di Ajang National Students Competition
-
PMUQI Undang Wakil Menteri Koperasi dalam Acara Buka Bersama
-
PMUQI Bersiap Membangun Dapur Makan Siang Gratis
-
Wujud Kepedulian di Bulan Ramadhan, PMUQI Adakan Booth for Shodaqoh