pmuqi.com

Romadhona atau Romadhoni? Memahami I'rab dalam Niat Puasa

Saat membaca niat puasa Ramadhan, mungkin kita sering mendengar ada yang mengucapkan “Ramadhona” dengan fathah ( رَمَضَانَ ) dan ada yang mengucapkan “Ramadhoni” dengan kasrah ( رَمَضَانِ ). Perbedaan ini bukan sekadar variasi bacaan, melainkan berkaitan dengan kaidah nahwu dalam bahasa Arab.

Secara gramatika Arab, lafadz رَمَضَانُ termasuk isim ghoiru munshorif (kata benda yang tidak bisa menerima tanwin dan tidak bisa dikasrah kecuali dalam kondisi tertentu). Kaidah dalam Alfiyah Ibnu Malik menyebutkan:

وَجُرَّ بِالفَتْحَةِ مَا لَا يَنْصَرِفُ * مَا لَمْ يُضَفْ أَوْ يَكُ بَعْدَ أَلْ رَدِفٌ

“Isim ghoiru munshorif dibaca jer (majrur) dengan fathah, kecuali jika diidofahkan atau didahului oleh ‘Al’ (ال).”

Dalam niat puasa, lafadz رَمَضَانُ sering kali diidofahkan (disandarkan) kepada هَذِهِ السَّنَةِ (tahun ini), sehingga harus dibaca kasroh (رَمَضَانِ). Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Hasyiyah al-Bajuri:

قوله رمضان بإضافة رمضان إلى إسم الإشارة لتكون الإضافة معينة هذه السنة

“Lafadz Ramadhan diidofahkan kepada isim isyarah (هَذِهِ السَّنَةِ) untuk menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah Ramadhan tahun ini.”

Dengan demikian, dalam niat:

🔹 Bacaan yang lebih sesuai:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هَذِهِ السَّنَةِ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى
(Dengan bacaan kasrah pada “Ramadhoni”)

Namun, dalam Hasyiyah Jamal disebutkan alternatif lain:

“Jika lafadz رَمَضَان dibaca dengan fathah (رَمَضَانَ), maka lafadz السَّنَةَ juga harus dibaca fathah, karena dalam kondisi ini terjadi قطع (tidak ada idofah).”

🔹 Alternatif bacaan:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةَ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى
(Dengan bacaan fathah pada “Ramadhona”)

Secara hukum, kesalahan dalam i’rab tidak membatalkan niat, karena niat pada dasarnya adalah amalan hati. Jika seseorang mengucapkannya dengan bacaan yang berbeda tetapi tetap memahami maksudnya, maka puasanya tetap sah.

Namun, demi menjaga ketepatan dalam membaca bahasa Arab, sebaiknya kita memilih bentuk yang lebih sesuai dengan kaidah nahwu, yakni dengan kasroh (رَمَضَانِ).

Sebagai langkah kehati-hatian, kita juga bisa mengikuti pendapat Imam Malik yang membolehkan niat puasa sebulan penuh pada malam pertama Ramadhan. Hal ini dijelaskan dalam Kasifatussaja:

قال الزيادى فلو نوى ليلة أول رمضان صوم جميعه لم يكف لغير اليوم الاول لكن ينبغى له ذلك ليحصل له صوم اليوم الذي نسى النية فيه عند مالك

“Jika seseorang berniat untuk berpuasa sebulan penuh di malam pertama Ramadhan, maka niat itu tidak cukup menurut mayoritas ulama untuk hari-hari selanjutnya. Namun, sebaiknya tetap dilakukan sebagai bentuk kehati-hatian, mengikuti pendapat Imam Malik yang memperbolehkan niat satu kali untuk sebulan penuh.”

🔹 Bacaan niat untuk sebulan penuh:
نَوَيْتُ صَوْمَ جَمِيعِ شَهْرِ رَمَضَانِ هَذِهِ السَّنَةِ تَقْلِيدًا للإمامِ مَلِكٍ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Dengan cara ini, jika kita lupa niat di malam-malam berikutnya, puasa kita tetap sah berdasarkan pendapat Imam Malik.

Kesimpulan

  1. Lafadz رَمَضَانُ dalam niat lebih tepat dibaca kasroh (رَمَضَانِ) karena diidofahkan kepada هَذِهِ السَّنَةِ.
  2. Alternatifnya, lafadz رَمَضَانَ bisa dibaca fathah jika tidak diidofahkan (mengikuti pendapat Hasyiyah Jamal).
  3. Kesalahan dalam i’rab tidak membatalkan niat, karena niat adalah amalan hati.
  4. Disarankan untuk berniat puasa sebulan penuh di malam pertama, mengikuti pendapat Imam Malik, sebagai langkah antisipasi jika lupa niat di malam-malam berikutnya.

 

Ustadz Manharul Latif, merupakan Alumni Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami (2010-2014) yang melanjutkan pendidikanya di Ponpes Al-Falah Ploso, Kediri (2014-2019) dan sekarang menjadi pengasuh di PMUQI.