pmuqi.com

Puasa Arafah: Amalan Mulia Penghapus Dosa Dua Tahun

Di tengah keriuhan persiapan Idul Adha, umat Muslim di seluruh dunia akan menyambut satu ibadah sunah yang memiliki keutamaan luar biasa: Puasa Arafah. Dilaksanakan setiap tanggal 9 Dzulhijjah, puasa ini menawarkan ampunan dosa dan bahkan isyarat kehidupan, menjadikannya momen yang sangat dinanti.

Puasa Arafah adalah ibadah sunah yang hanya dilaksanakan setahun sekali, tepatnya pada 9 Dzulhijjah, sehari sebelum Hari Raya Idul Adha. Momentum ini bertepatan dengan waktu jamaah haji sedang melaksanakan wukuf di Padang Arafah. Menurut para ulama, hukum Puasa Arafah adalah sunah muakkad (sunah yang sangat dianjurkan) bagi selain orang yang sedang menunaikan ibadah haji. Bagi jamaah haji, justru tidak disunnahkan berpuasa, bahkan dianjurkan untuk tidak berpuasa agar memiliki kekuatan fisik saat menjalani ritual wukuf dan ibadah haji lainnya.

Keutamaan Puasa Arafah sangat besar, sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi Muhammad ﷺ: “Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” (HR Muslim). Dalil ini menegaskan bahwa puasa Arafah berpotensi menghapuskan dosa-dosa kecil yang telah lalu dan yang akan datang. Sebagaimana dijelaskan dalam Kitab I’anah At-Thalibin, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, “Barang siapa berpuasa pada hari Arafah, diampuni baginya dosa-dosa yang telah lalu dan yang akan datang.”

Penting untuk dipahami bahwa ampunan dosa yang dimaksud dalam hadis ini merujuk pada dosa-dosa kecil yang tidak berkaitan dengan hak sesama manusia. Dosa besar, menurut pandangan ulama, tidak dapat terhapus hanya dengan puasa Arafah, melainkan memerlukan tobat nasuha (tobat yang sungguh-sungguh). Sementara itu, hak-hak manusia (seperti utang atau zalim) hanya akan terhapus jika ada keridhaan dari pihak yang dizalimi atau haknya telah dipenuhi.

Terkadang muncul pertanyaan mengenai bagaimana dosa yang belum terjadi bisa terhapus. Para ulama menjelaskan bahwa makna terhapusnya dosa setahun yang akan datang adalah bentuk pertolongan Allah kepada hamba-Nya. Pertama, ia akan mendapatkan taufik untuk tidak melakukan dosa di tahun tersebut. Kedua, seandainya ia tergelincir melakukan dosa di tahun itu, ia akan diberikan taufik untuk melakukan amal perbuatan yang bisa menghapus dosanya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Subulussalam, yang menyatakan bahwa orang tersebut akan diberikan pertolongan atau bimbingan untuk menghindari dosa, atau jika berdosa, ia akan dipermudah untuk melakukan amal penghapus dosa.

Ada penafsiran menarik yang dinukil Imam Al-Madad Bighi dari sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengenai makna terhapusnya dosa setahun ke depan. Menurut Ibnu Abbas, ini adalah kabar gembira bagi orang yang berpuasa Arafah bahwa ia masih akan hidup setahun lagi. Penafsiran ini didasari pemahaman bahwa Nabi Muhammad ﷺ tidaklah berucap melainkan dari wahyu. Dengan mengabarkan terhapusnya dosa di tahun mendatang, seolah ada jaminan bahwa orang tersebut akan menjalani tahun itu. Ini menunjukkan betapa istimewanya puasa Arafah, yang tidak hanya membersihkan masa lalu tetapi juga memberikan optimisme untuk masa depan.

Keutamaan Puasa Arafah bahkan diriwayatkan meluas hingga makhluk Allah lainnya. Dalam Kitab I’anah At-Thalibin disebutkan riwayat dari Syekh Ali Syibromalisi (‘A. Sy.) bahwa hewan-hewan buas di hutan pun ikut berpuasa Arafah. Dikisahkan, suatu ketika ada orang yang membawa daging ke hutan dan melemparkannya ke arah hewan buas. Anehnya, hewan-hewan tersebut tidak langsung memakan daging itu. Mereka terlihat menatap matahari dan daging hingga matahari terbenam. Setelah matahari tenggelam, barulah hewan-hewan buas tersebut dari berbagai penjuru mulai memakan daging tersebut. Kisah ini menggambarkan betapa agungnya hari Arafah dan ibadah puasa di dalamnya.

Dengan segala keutamaan dan keistimewaannya, Puasa Arafah menjadi momen penting bagi umat Muslim untuk meraih ampunan dan keberkahan dari Allah SWT. Momentum ini patut dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh setiap Muslim yang tidak sedang menunaikan ibadah haji. Wallahua’lam

 

 

Ustadz Manharul Latif, merupakan Alumni Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami (2010-2014) yang melanjutkan pendidikanya di Ponpes Al-Falah Ploso, Kediri (2014-2019) dan sekarang menjadi pengasuh di PMUQI.