

Ahmad Thursina Roja
Kontributor
Abdurrahman Wahid, yang akrab dipanggil Gus Dur, adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah politik Indonesia. Lahir pada 7 September 1940 di Jombang, Jawa Timur, Gus Dur merupakan putra dari KH Wahid Hasyim, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia. Sebagai Presiden keempat Republik Indonesia, Gus Dur dikenal karena komitmennya pada toleransi, demokrasi, dan pluralisme.
Gus Dur tumbuh di lingkungan keluarga religius dengan tradisi keagamaan yang kuat. Ayahnya, KH Wahid Hasyim, adalah tokoh terkemuka di NU dan mantan Menteri Agama. Sejak kecil, Gus Dur telah menerima pendidikan agama yang mendalam dan nilai-nilai keberagaman.
Setelah menyelesaikan pendidikan di Indonesia, Gus Dur melanjutkan studinya di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Di sana, dia mendalami ilmu keislaman dan memperluas wawasannya tentang keberagaman dan pluralisme dalam Islam.
Selain dikenal sebagai ulama, Gus Dur juga aktif dalam bidang seni dan kebudayaan. Ia mendirikan Teater Bengkel Yogyakarta sebagai wadah kreatif bagi generasi muda. Perannya dalam dunia seni memberikan perspektif unik dalam kepemimpinan dan pemikirannya yang inovatif.
Sekembalinya dari Mesir, Gus Dur terjun aktif di NU. Pada tahun 1984, ia terpilih sebagai Ketua Umum Nahdlatul Ulama menggantikan ayahnya. Di bawah kepemimpinannya, NU mengalami reformasi yang signifikan dengan kembali ke khitah 1926, menjadikan organisasi ini fokus pada pemberdayaan umat.
Pada masa pemerintahan Orde Baru di bawah Soeharto, Gus Dur sering mengkritik kebijakan otoriter rezim tersebut. Ia mendukung gerakan reformasi 1998, memainkan peran penting dalam transisi menuju demokrasi di Indonesia. Gus Dur adalah salah satu tokoh kunci yang mendorong perubahan politik besar di era tersebut.
Setelah jatuhnya Soeharto, Indonesia memasuki era baru. Pada tahun 1999, Gus Dur terpilih sebagai Presiden keempat Republik Indonesia melalui pemilihan di MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat). Kepemimpinannya menjadi awal baru bagi demokrasi Indonesia pascareformasi.
Masa jabatan Gus Dur tidak terlepas dari berbagai tantangan. Konflik etnis, instabilitas politik, hingga masalah ekonomi menjadi ujian besar dalam pemerintahannya. Meski hanya menjabat selama dua tahun, Gus Dur berhasil meninggalkan warisan penting, seperti kebijakan tentang toleransi antaragama, penguatan hak asasi manusia, dan pengembangan demokrasi.
Pada tahun 2001, Gus Dur menghadapi tekanan politik yang membuatnya mengakhiri masa jabatannya sebagai presiden. Setelah itu, ia tetap aktif dalam kegiatan sosial, keagamaan, dan pendidikan hingga wafat pada 30 Desember 2009.
Gus Dur dikenang sebagai pejuang kemanusiaan, intelektual, dan pemimpin yang menjunjung tinggi nilai toleransi dan pluralisme. Warisan pemikirannya terus menginspirasi bangsa Indonesia dalam menjaga keberagaman dan persatuan di bawah bingkai Pancasila.
Gus Dur adalah simbol perjuangan demokrasi, pembela hak-hak minoritas, dan tokoh yang mendedikasikan hidupnya untuk mewujudkan keadilan sosial di Indonesia. Namanya akan selalu dikenang dalam sejarah bangsa sebagai tokoh inspiratif yang mencintai rakyat dan keberagaman Indonesia.
Berita Terkini:
-
Sanlat UQI ke-10, Tanamkan Kebiasaan Positif Selama Liburan
-
Perpulangan Ramadhan 2025, Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami Berangkatkan 40 Bus
-
Kiayi Saiful Falah Sampaikan Nasihat Perpulangan: Santri Harus Jadi Teladan
-
Santri PMUQI Raih Juara di Ajang National Students Competition
-
PMUQI Undang Wakil Menteri Koperasi dalam Acara Buka Bersama
-
PMUQI Bersiap Membangun Dapur Makan Siang Gratis
-
Wujud Kepedulian di Bulan Ramadhan, PMUQI Adakan Booth for Shodaqoh